Ajari aku menjadi dewasa

Saat saya memberikan hadiah milad (ultah) untuk adik laki –laki saya berupa sebuah buku berjudul “Karena Kamu Sudah Dewasa” karya Luqman Haqani, saya baru menyadari, bahwa saya juga sebenarnya wajib membaca buku itu.

Dewasa.

Kebanyakan orang selalu merasa dirinya sudah dewasa sehingga menganggap sudah bisa menentukan hidupnya sendiri, lepas dari segala aturan orang lain. Apalagi para remaja atau yang mulai beranjak remaja, selalu ingin dianggap dewasa dan tidak mau diatur.

Sebenarnya, tidak ada aturan baku yang menandakan seseorang sudah bisa dibilang dewasa atau belum. Karena semua pasti sepakat kalau kedewasaan tidak bisa diukur dari umur. Sikap mental dan cara berpikirlah yang kemudian menjadi ukuran, karena cara berpikir dan pemahaman seseorang berpengaruh pada pengambilan sikapnya dalam menjalani kehidupan yang kaya warna.

Baru –baru ini, seorang teman mengatakan kepada saya, “jujur saja, semenjak kuliah hingga sekarang, sikapmu sama sekali tidak dewasa. Tidak ada peningkatan dalam kadar sikap dewasa itu, hanya nol koma sekian persen saja…”. Beliau berkata seperti itu karena saya selalu saja mengeluh tentang masalah –masalah hidup saya kepadanya.

Akhirnya, saya berpikir. Ternyata begitulah saya selama ini. Selalu saja mengeluh, dan berpikir bahwa teman saya akan selalu dengan senang hati mendengarkan segala keluh kesah dan kekecewaan saya, tanpa berpikir bahwa mungkin saja teman itupun sebetulnya punya masalah yang jauh lebih besar dan lebih banyak. Terbuai oleh melankolisme kata –kata mutiara dari tokoh –tokoh dunia tentang persahabatan. Tidak ada yang salah dalam untaian kata –kata indah itu, yang salah adalah penyikapan dan pemahaman saya terhadap esensi kalimat tersebut.

Ternyata saya belum dewasa. Dan itu membuat saya sangat sedih, pada awalnya.  Karena apapun yang terjadi pada saya –apalagi berbentuk masalah dalam bidang apapun, saya merasa harus selalu membaginya pada orang lain. Tidak harus menghasilkan solusi. Hanya satu harapan bahwa kesempitan hati akan sedikit berkurang kalau sudah bercerita pada seseorang. Tapi ternyata tidak bisa selalu demikian kondisinya.

Karena sikap itu malah membuat saya tampak lemah, dan selalu bergantung pada orang lain. Sampai saya berpikir, “iya ya, sekalinya bertemu dengan teman, saya selalu curhat segala macam –mulai dari hal –hal kecil yang saya alami sampai setumpuk masalah. Bukannya berbagi kebahagiaan dan memberikan kabar –kabar yang menyenangkan. Sungguh saya ini tidak adil..”

Iya, sungguh saya ini tidak adil.

“Menjadilah kuat, tetaplah istiqomah. Karena manusia bisa berubah. Manusia selalu berubah. Kita tak bisa selamanya bersama orang lain. Kalau ingin mencari sandaran abadi yang tak akan pernah meninggalkanmu, selalu bersamamu, maka carilah Alloh..carilah Dia..”

“Karena hanya Dialah yang tak akan complain saat kamu mengeluhkan segala masalah. Seberat apapun. Sebanyak apapun. Dia akan selalu mendengar. Dia sumber segala solusi bagi masalahmu”

Maka di foodcourt Istana Plaza itu, saya tak kuasa menahan tangis. Tak peduli dikelilingi ratusan orang. Saya merasa benar –benar telah berjalan terlampau jauh, tanpa pegangan. Tenggelam dalam hingar bingar dan ketidakjelasan.

Saya ingin menjadi lebih dewasa, dan lebih dekat pada –Nya.

9 thoughts on “Ajari aku menjadi dewasa

  1. HHmm…Ya inilah Fitrah manusia Mbak, ketika amat sangat lemah dirinya akan senantiasa mencari gantungan yang Maha Kuat dan Maha Sempurna, yakni Allah SWT..

    Hal ini sangat luar biasa jika Mbak Kayass(nama Baru hohooho) menyadari ketika tidak hanya di saat sedih namun juga di saat gembira, pegangan kita haruslah Allah SWT…

    Hhmm…Untung jalan keluar yang Mbak Pilih adalah Allah SWT, sungguh pilihan yang tepat Mbak, lain ceritanya jika pilihan tersebut jatuh pada hal-hal yang akan semakin memperpuruk diri Mbak…

    Hhmm…Menjadi manusia dewasa, bukan hal yang mudah namun juga bukan hal yang sulit, saya pun sekarang sedang berproses menuju kesana dengan pedoman “Bocahbancar belajar memaknai kehidupan” setiap kisah yang kita lalui pasti akan memberikan pelajaran Mbak, dan dari pelajaran itulah kita akan menjadi dewasa…

    Semoga kedewasaan yang Mbak harapkan akan selalu dalam ridho-Nya..

    Semangat yawh Mbak OK..
    🙂

    Like

  2. Hmm, kalau ngomongin tentang kedewasaan… saya jadi inget kalo saya pernah dibilang belum dewasa karena masih suka baca komik dan nonton film kartun 😛

    Mungkin ini salah satu parameter kedewasaan juga :mrgreen:

    *salam kenal mba eMina Kayas* 🙂

    Like

  3. Curhat sama Tuhan itu baik dan tepat, tapi belajar cara “berbagi” dalam kehidupan sosial (mana yang jatahnya teman, mana yang jatahnya pacar/suami, mana yang mesti belajar diatasi/ditanggung sendiri ) itu tetap perlu. 😉

    Like

  4. Kata temen saya, dewasa gaknya seseorang itu dilihat dari pola pikirnya…

    Ah, kadang enak juga jadi anak2, selalu diperhatikan…
    Kadang ga enak juga jadi dewasa, harus memperhatikan… (lho?)

    Like

  5. –Joe–
    makasih joe..doakan mbak selalu bisa menjadi lebih baik.
    jadi untuk pertamax -nya ga apa-apa deh.. :mrgreen:

    –Sukma–
    wah, saya juga masih suka baca komik dan nonton kartun, dan karena itu jg saya sering dibilang ga dewasa.
    tapi tenang aja, dewasa bukan dilihat dari sisi itu aja kok..sante aja mbak sukma.. ^^

    –jensen99–
    betul itu mas j…betul itu.

    –Asop–
    kadang saya juga berpikir gitu.
    enaknya jadi anak -anak. tapi itu kan ga mungkin, karena kita harus terus berkembang dan belajar. dan saya pikir itu adalah hal yang lebih berharga..berkembang

    Like

  6. Kalau ingin mencari sandaran abadi yang tak akan pernah meninggalkanmu, selalu bersamamu, maka carilah Alloh..carilah Dia..

    Euh… jadi pengen ikutan nyari… Tapi nyarinya dimana ya? Apakah dalam belantara konsep2 yang dipaksakan oleh orang lain?

    Like

  7. –mas guh–

    mencari yang bagi saya tidak harus selalu dengan logika. tapi dengan perasaan. Biarkan perasaan mengalir, dan jujurlah pada hati. Insya Alloh..

    Like

Leave a comment