B h i s m a

Jadi saya habis nonton Mahabrata di tipi hari ini. Terciptalah dialog di bawah :

Wanita Cantik : “Pokoknya kamu harus nikahin aku!”

Pria Jantan : “Aku tidak bisa”

WC : “Aku gak peduli. Kamu harus tanggung jawab dengan cara nikahin aku!” diucapkan dengan penuh kemarahan, dendam, emosi yang meluap-luap. Mungkin sedang horny dan PMS.

PJ : “Kan sudah kubilang, aku tidak bisa”

WC : “Kenapaaaa? Kenapaaaaaa?”

PJ : “Aku sudah bersumpah untuk tidak menikah alias membujang seumur hidup”

WC : “Tapi aku gak peduli sama sumpah kamu. Kamu udah bikin hidup aku menderita. Kamu udah menodai aku. Kamu harus tanggung jawab dong!”

PJ : *facepalm*

Itu adalah adegan percakapan antara Bhisma Yang Agung dengan Puteri Amba yang sudah disinetronisasi seenaknya. Kebayang gak sih kalau ada adegan seperti itu dalam pewayangan? :mrgreen:

Lalu, sebenarnya apa yang sudah terjadi diantara mereka sampai ada tuntutan menikahi segala?

***

Saya menyukai cerita-cerita wayang karena dulu Bapak sering nonton dan mendengarkan cerita wayang golek, tapi tentu cerita wayangnya yang sudah dipermak ke dalam budaya Indonesia (jawa/sunda). Ketika berlangganan sebuah koran sunda lokal dan ada cerita bersambung mengenai cerita-cerita wayang, saya dengan semangat membaca tiap episodenya. Cerita wayang kebanyakan diadaptasi dari kisah-kisah Mahabrata (yang aslinya berasal dari India dan kental dengan kepercayaan Hindu).

Nah, tokoh pewayangan yang paling saya sukai adalah Bhisma (alias Dewabrata) sama Srikandi (di versi aslinya, Srikandi itu seperti transgender, seorang puteri yang meminta kepada Dewa untuk dijadikan sebagai lelaki sejati). Saya menyukai mereka karena keunikan dan karakternya yang kompleks, tapi itu menjadikan mereka orang-orang yang kuat dalam menghadapi segala permasalahan.

Bhisma, lelaki yang meletakkan beban dunia di pundaknya. Kenapa beban dunia? Karena Hastinapura merupakan kerajaan terbesar pada cerita Mahabrata, jadi dia seolah memikul segala beban dan tanggung jawab kerberlangsungan kerajaan besar akibat dari sumpahnya sendiri. Hebat betul ya kalau ada pemimpin dengan ketegasan dan tanggung jawab macam begini di jaman sekarang.

Bhisma terlahir dengan karakter kuat dan memiliki rasa nasionalisme yang sangat tinggi terhadap tanah air/kerajaannya, Hastinapura. Beliau mengingatkan saya pada Patih Gajah Mada dengan sumpah Palapa-nya yang berambisi menyatukan seluruh wilayah nusantara. Tapi Bhisma berada dalam tahap yang lebih ekstrim. Mungkin seperti karakter-karakter dalam lingkup keluarga dinasti kerajaan pada umumnya, mereka selalu berusaha sekuat tenaga agar tampuk kepemimpinan di kerajaan tidak berpindah tangan dan akan terus dikuasai oleh generasi-generasi mereka selanjutnya. Ingat dinasti cendana gak sih? Agak mirip ya? Hehe.  Begitulah budaya kerajaan, anak-anak dan keturunannya kelak yang harus menguasai negeri. Tidak peduli setolol dan sejahat apapun, kalau perlu ya dijadikan pemimpin boneka saja. Yang penting tetap dipimpin oleh darah keturunan raja sebelumnya.

Satu lagi poin penting dari Bhisma : dia sangat mencintai ayahnya.

Saat Bhisma memutuskan untuk mundur dari pewaris tahta kerajaan, itu sebenarnya demi ayahnya. Ayahnya jatuh cinta pada Durgandini dan ingin menjadikannya ratu. Tapi Durgandini menolak, karena kalaupun dia jadi ratu dan melahirkan anak, anaknya tidak akan berkuasa karena jatah kursi sudah dimiliki Bhisma. Maka ayah Bhisma pun bersedih. Agar ayahnya tidak bersedih, Bhisma sendiri yang membujuk Durgandini untuk menerima ayahnya, dan dia berjanji bahwa tahta kerajaan akan menjadi milik anak Durgandini. Dia sendiri hanya akan menjadi pelindung dan pembimbing dari para calon raja yang akan bertahta di Hastinapura.

Awalnya, Durgandini tidak percaya. Lalu Bhisma pun membuat sebuah sumpah yang lebih dahsyat dari ‘Demi Tuhan’nya kasus eyang subur. Sumpahnya memakai darah segala. Kira-kira beginilah sumpahnya (yang membuat awan hitam dan petir menggelegar di angkasa, wuih dahsyat betul ya efek sumpah) :

“Aku bersumpah untuk mengabdikan hidupku demi kejayaan Hastinapura, dan aku tidak akan menikah alias membujang seumur hidup” (sumpah membujang ini untuk menguatkan agar kelak tidak ada perpecahan di dalam keluarga kerajaan dalam memperebutkan tahta. Karena kalau Bhisma menikah, dipastikan keturunannya akan menagih tahta karena mereka merasa keturunan resmi yang lebih berhak menjadi raja). Durgandini pun luluh dan mau menikah dengan ayahnya Bhisma.

Doi gak tahu, kalau kelak sumpah ini akan memberikan masalah berkepanjangan dalam perjalanan karirnya di Hastinapura, yang berujung pada perang mahabesar sepanjang masa : Perang Bharatayudha.

Lalu apa hubungannya dengan dialog di atas? Iya, itu salah satu dari efek sumpah Bhisma. Bhisma ditakdirkan ketemu sama seorang cewe yang keras kepalanya melebihi batu, mengejar-ngejar dia sampai melintasi gunung dan lautan *halah*. Dengan egonya yang besar, Puteri Amba selalu percaya kalau semua keinginannya bisa tercapai dengan cara apapun. Kenapa dia bisa berurusan dengan Bhisma yang sama keras kepalanya? Itu berawal dari semacam ‘pamer gengsi’ dan strategi/manipulasi Puteri Amba dalam mendapatkan suami. Dia sebenarnya sudah mengincar seorang pangeran dari kerajaan yang selevel (mereka sudah saling suka) tapi malah menyetujui ayahnya yang mengadakan sayembara pemilihan suami. Siapa yang kuat, dia bakal dapetin Puteri Amba dan 2 sodaranya.

Nah, Bhisma ikutan dalam sayembara itu sebagai perwakilan dari Hastinapura, buat nyariin istri bagi calon raja Hastinapura (anaknya Durgandini, yang kelewat bodoh dan tolol serta hobi mabuk). Segitu besarnya pengorbanan Bhisma karena dia sudah terikat dengan sumpah dan dia bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup kerajaan yang sedang dilanda krisis pemimpin semenjak ayahnya Bhisma meninggal. Di sayembara itu, Bhisma tidak sengaja membuat Puteri Amba mengakui kalau dia sebenarnya sudah memilih seorang calon suami atas keinginannya sendiri. Hal ini membuat Bhisma yakin kalau sayembara itu hanya tipuan saja (lha iya buat apa ada sayembara kalau hadiahnya sendiri udah memilih siapa yang dia sukai kan), dan membuat Amba dipermalukan oleh para pangeran yang hadir. Si calon yang diincar Puteri Amba dikalahkan sekali geplak oleh Bhisma. Puteri Amba pun merasa ternodai kehormatannya, dan dia ngerasa kalau Bhisma harus bertanggung jawab dan sebagai seorang gentleman, yaitu dengan cara Bhisma mengambilnya sebagai istri (karena Bhisma mengalahkan pangeran incarannya).

“No way doong, aku kan udah bersumpah buat melajang seumur hidup. Lagian aku ikut sayembara juga bukan buat diriku sendiri kok, tapi buat calon raja” begitu kira-kira tolakan Bhisma. Jelas saja ini telak mengenai egonya sebagai seorang puteri yang seharusnya diperebutkan dalam sayembara, tapi malah ditolak mentah-mentah oleh pemenang sayembara. Amba tetap maksa bahwa yang berhak menikahinya cuma Bhisma. Semakin ditolak, Puteri Amba semakin mendendam dan gemes pingin mengalahkan kekerasan Bhisma. Ya akhirnya tolak-tolakan deh. Bhisma keukeuh menolak, Amba keukeuh pengen dikawin. Susah ya kalau sudah begini, cinta kan tidak bisa dipaksakan *tsaaah*. Puteri Amba mencari keadilan sampai memohon kepada gurunya Bhisma, seorang resi suci (mungkin selevel sama para wali yang bisa mengobrol sama para Dewa) untuk membelanya dan menundukkan kekerasan Bhisma. Tapi Bhisma tetap memegang janji dan sumpahnya. Ketika Puteri Amba akhirnya meninggal pun, dia tetap tak tergoyahkan.

Bhisma mengatakan ‘aku sekarang adalah milik kerajaanku, Hastinapura. Hidupku adalah untuk menjaga dan melindungi kerajaan’ ini mirip dengan kampanye para calon pemimpin itu ya, haha! Tapi pemimpin kalau udah memimpin kan biasanya terserang penyakit lupa akut. Oya karena pengabdian dan sumpahnya ini, para dewa memberinya keistimewaan, yaitu menjadikannya manusia abadi dan bisa memilih waktu kematiannya sendiri. Wow, keren.

Ya memang tidak ada manusia yang sempurna sih. Harusnya begitu. Untuk jadi model pemimpin kekinian, sebagian karakter Bhisma tampaknya bisa jadi role model yang keren. Tapi pada beberapa hal, dia tampak tidak manusiawi sekali karena dia digambarkan sebagai lelaki tanpa cela yang kesaktiannya setara dengan para dewa. Sejatinya manusia itu kadang pelupa juga, lupa sama janji juga, dan melakukan kesalahan-kesalahan lainnya. Itulah yang menjadikan manusia rapuh tapi indah. Kalaupun Bhisma ada, dia pasti menderita juga karena kurang menikmati hidup sebagai pribadinya sendiri. Bhisma bukan tipe orang yang bisa having fun, dia terlalu seriuuuuus, keras, dan sangat tegas. Dalam level terlalu ekstrim, itu bisa membuat dia jadi tidak bahagia. Eh…ini hanya sotoynya saja aja sih. Mungkin memang itulah caranya Bhisma berbahagia, mungkin dia mendefinisikan kebahagiannya dengan cara begitu ya.

Untungnya, Wikipedia memberikan bocoran kalau Bhisma akhirnya meninggal dalam perang Bharatayudha karena tembakan panah Srikandi (yang saat itu dirasuki jiwa Puteri Amba). Sebenarnya, konon Bhisma juga mencintai Amba, dia cuma berhasil mengalahkan ambisi pribadinya. Dia ditembak sama panah dan meninggal agar bisa bersama dengan Puteri Amba di surga. Ciyeeeeh……romangtis ya cyyyyn wkwkwkwk.

Sekian dongeng hari ini. Selamat nonton wayang!

 

2 thoughts on “B h i s m a

Leave a comment